HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
A.
Definisi Partai Politik
Partai politik merupakan Suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memproleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik, (biasanya) dengan cara konstitusionil,
untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.[1]
Partai politik memuat Pasal 1 ayat (1) UU
Parpol adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok
warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan
cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
1. Unsur terpenting dari pengertian Partai
Politk memuat unsur-unsur:
-
Organisasi
yang bersifat nasional;
-
Dibentuk
oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita; dan untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik.
2.
Tujuan umum partai politik adalah:
-
mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
-
mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan
Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia; dan
-
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
-
cita-citanya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Tujuan
khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-citanya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jadi, Partai Politik adalah suatu organisasi
yang bertujuan memperoleh kekuasaan politik sehingga dapat mempengaruhi proses
dan karakter kebijakan publik. Untuk memperoleh kekuasaan politik itu biasanya
dilakukan secara konstitusional seperti mengikuti pemilihan umum. Dalam
kaitannya dengan pembubaran partai politik, maka ketika suatu partai politik
dibubarkan, maka status badan hukumnya dicabut, yang menyebabkan tidak bisa
mengikuti pemilihan umum.
B. Subjectum
litis (para pihak didalam hukum acara pembubaran parpool)
1. Pemohon
Pasal 68 ayat 1 UU MK menyatakan bahwa
pemohon dalam perkaran pembubaran partai politik adalah PEMERINTAH (Pemerintah
Pusat).
Pasal 3 ayat 1 PMK No. 12 tahun 20018
-
jaksa
agung, dan/atau
-
menteri
yang ditugasi oleh presiden
2. Termohon
-
Partai
Politik Lokal
-
Partai
Politik Nasional
-
Diwakili
oleh pimpinan parpol yang dimohonkan untuk dibubarkan
C. Objectum
litis (obyek yang disengketakan)
Pembubaran partai politik adalah pembubaran
secara paksa oleh adanya tindakan, keputusan hukum, kebijakan atau aturan
negara yang mengakibatkan hilangnya eksistensi partai politik sebagai subjek
hukum penyandang hak dan kewajiban. Pembubaran mengakibatkan perubahan
eksistensi hukum suatu partai politik dari ada menjadi tidak ada. Pembubaran
secara paksa meliputi pembubaran yang dilakukan oleh otoritas negara baik
secara langsung berupa keputusan hukum, maupun secara tidak langsung melalui
aturan atu kebijakan yang mengakibatkan adanya peristiwa pembubaran partai
politik.
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengatur tentang pembubaran Partai Politik
dalam Pasal 24C ayat (1) yang berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus pembubaran
partai politik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik (UU Parpol), Bab XVII Pembubarn dan Penggabungan Partai Politik,
Pasal 41, menentukan partai Politik bubar apabila:
a.
Membubarkan
diri atas keputusan sendiri;
b.
Menggabungkan
diri dengan Partai Politik lain;
c.
Dibubarkan
oleh Mahkamah Konstitusi.
d. larangan bagi
suatu partai ditegaskan sebagai berikut:
BAB X pasal 19 UU No. 31 tahun 2003 tentang partai politik telah membuat
larangan yang tidak boleh dilakukan partai politik, yaitu :
(1) Partai
Politik dilarang menggunakan nama, lambang atau tanda gambar yang sama dengan :
a) bendera atau
lambang negara Republik Indonesia;
b) lambang
lembaga negara atau lambang Pemerintah;
c) nama,
bendera, atau lambang negara lain dan nama, bendera, atau lambang lembaga/badan
internasional;
d) nama dan
gambar seseorang; atau
e) yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan partai politik
lain.
(2) Partai
politik dilarang :
a) melakukan
kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya;
b) melakukan
kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau
c) melakukan
kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah negara dalam memelihara
persahabatan dengan negara lain dalam rangka ikut memelihara ketertiban dan
perdamaian dunia.
(3) Partai
politik dilarang :
a) menerima dari
atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apa pun, yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b) menerima
sumbangan, baik berupa barang maupun uang, dari pihak mana pun tanpa
mencantumkan identitas yang jelas; atau
c) meminta atau menerima dana dari badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa atau
dengan sebutan lainnya, koperasi, yayasan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, dan organisasi kemanusiaan.
(4) Partai
politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan
usaha.
(5) Partai politik
dilarang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran atau paham
Komunisme/Marxisme-Leninisme. (Pasal 19 ayat (5) Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2002)
Dengan
demikian, dari pemaparan pasal-pasal pada perundang-undangan yang berbeda
diatas, dapat disimpulkan bahwa indikator penting yang diperhatikan Mahkamah
Konstitusi dalam proses pembubaran Partai Politik, adalah mengacu kepada:
a. Ideologi Partai
b. Asas Partai
c. Tujuan Partai
d. Program Partai
e. Kegiatan Partai
Politik yang bersangkutan
D. Proses
persidangan dan pembuktian
Di dalam UU MK,
acara persidangan pembubaran partai politik tidak diatur secara khusus,
sehingga proses pemeriksaan persidangan mengikuti hukum acara Mahkamah
Konstitusi yang meliputi pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan persidangan, dan
putusan. Perkara pembubaran partai politik wajib diputus dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 60 hari kerja sejak permohonan diregistrasi. Batasan waktu
ini diperlukan untuk menjamin terselenggaranya prinsip peradilan yang cepat
sehingga cepat pula diperoleh kepastian hukum.
Proses
persidangan, dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pemeriksaan pendahuluan dan
pemeriksaan persidangan. Di dalam pemeriksaan pendahuluan yang diperiksa adalah
kelengkapan dan kejelasan permohonan. Hakim wajib memberi nasihat kepada
Pemohon untuk melengkapi dan/ atau memperbaiki permohonan jika dipandang perlu.
Pemohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki permononannya paling lambat 7
hari.
Sedangkan dalam pemeriksaan persidangan akan
dilakukan untuk mendengarkan keterangan pemohon, termohon, serta pihak terkait
lainnya. Pada proses selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap alat bukti
serta mendengarkan keterangan saksi dan ahli.
Pada proses
persidangan ini pertanyaan hukum yang harus dijawab adalah kedudukan hukum
(legal standing) pemohon, kewenangan MK, serta alasan permohonan.
Terkait dengan
pemohon, harus dibuktikan bahwa pemohon memang memiliki kedudukan hukum (legal
standing). Untuk pemohon pemerintah, harus dibuktikan bahwa pemohon tersebut
mewakili pemerintah pusat. Setelah pemeriksaan legal standing, dilanjutkan
dengan pemerikasan pokok perkara.
Hal yang utama
dalam pemeriksaan pokok perkara ini adalah permohonan dan alasan permohonan.
Untuk permohonan pembubaran suatu partai politik yang diajukan oleh pemerintah
atau anggota parlemen, terdapat dua pertanyaan yang harus dijawab dalam
persidangan. Pertama, apakah partai politik sebagai termohon memiliki
ideologi, asas, tujuan, program dan/atau melakukan kegiatan yang dinilai oleh
pemohon memenuhi klasifikasi sebagai alasan pembubaran partai politik. Kedua,
apakah ideologi, asas, tujuan, program, dan/atau kegiatan dimaksud memang
memenuhi klasifikasi sebagai alasan pembubaran partai politik.
Proses pembuktian dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembuktian
terhadap dokumen dan pembuktian terhadap fakta. Pembuktian terhadap dokumen adalah pembuktian terkait dengan
ideologi, asas, tujuan, dan program partai politik. Untuk melihat hal itu, alat
bukti utama yang diperlukan adalah statuta pendirian partai politik, AD dan
ART, Platform, Program Kerja, serta dokumen dan keputusan-keputusan partai
politik lainnya.
Namun demikian,
dapat terjadi bahwa bukti-bukti dari dokumen kurang meyakinkan, atau bahkan
tidak terbukti sama sekali, maka proses pembuktian dilanjutkan pada fakta
kegiatan yang dilakukan oleh partai politik dan akibat dari kegiatan tersebut.
Pemohon harus menunjukan dan membuktikan kegiatan atau akibat dari kegiatan
partai politik yang melanggar UUD 1945. Pembuktian fakta kegiatan ini dapat
dilakukan dari bentuk dan substansi atau materi kegiatan serta dari dampak atau
akibat yang secara objektif memang diinginkan dari pelaksanaan kegiatan partai
politik.
E.
Putusan dan
Akibat Hukum
Putusan
Amar putusan dapat berupa putusan yang menyatakan permohonan tidak dapat
diterima, permohonan ditolak, atau permohonan dikabulkan. Jika MK berpendapat
bahwa pemohon dan permohonan tidak memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 68
UU MK, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Artinya, sesuai
dengan ketentuan Pasal 68 tersebut, masalah subjek dan objek permohonan harus
sesuai.
Subjek adalah
terkait dengan pemohon yang dalam hal ini harus mewakili Pemerintah Pusat.
Sedangkan objek perkara yang dimohonkan adalah pembubaran partai politik
berdasarkan alasan-alasan antara lain (a) ideologi; (b) asas; (c) tujuan; (d)
program; dan/atau (e) kegiatan yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Apabila subjek pemohon dan objek permohonan telah sesuai dengan ketentuan UU
MK, serta MK berpendapat permohonan beralasan, maka amar putusannya
menyatakan permohonan dikabulkan.
Hal itu berarti
terbukti bahwa ideologi, asas, tujuan, program, atau kegiatan partai politik
bertentangan dengan UUD 1945, dan partai politik tersebut diputuskan
dibubarkan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) PMK Nomor 12 Tahun 2008,
dalam hal permohonan dikabulkan, amar putusan berbunyi:
1.
mengabulkan permohonan pemohon;
2.
menyatakan membubarkan dan
membatalkan status badan hukum partai politik yang dimohonkan pembubaran;
3.
memerintahkan kepada Pemerintah
untuk:
a.
menghapuskan partai politik yang
dibubarkan dari daftar pada Pemerintah paling lambat dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari kerja sejak putusan Mahkamah diterima;
b.
mengumumkan putusan Mahkamah dalam
Berita Negara Republik Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari sejak
putusan diterima.
Oleh karena
itu, jika diputuskan permohonan pembubaran partai politik dikabulkan,
pelaksanaannya dilakukan dengan membatalkan pendaftaran pada Pemerintah yang
berarti pembatalan status badan hukumnya. Putusan tersebut diumumkan oleh
pemerintah dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu 14 hari
sejak putusan diterima.566 Mengingat yang menangani pendaftaran partai politik
adalah Kementerian Hukum dan HAM, maka pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi
adalah dalam bentuk pembatalan pendaftaran partai politik.
Apabila
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak beralasan, amar putusan
menyatakan permohonan ditolak. Hal itu berarti tidak terbukti bahwa terdapat ideologi, asas,
tujuan, program, atau kegiatan partai politik yang bertentangan dengan UUD
1945. Putusan Mahkamah Konstitusi disampaikan kepada partai politik yang
bersangkutan. Selain itu, ketentuan Pasal 11 PMK Nomor 12 Tahun 2008 menyatakan
bahwa putusan tersebut juga disampaikan kepada Pemerintah sebagai Pemohon,
Termohon, KPU, DPR, MA, Polri, dan Kejaksaan Agung.
Aspek lain
terkait dengan Putusan MK tentang pembubaran partai politik adalah akibat hukum
dari pembubaran tersebut. Sebelum dibubarkan, partai politik sebagai badan
hukum tentu telah melakukan hubungan dan tindakan hukum. Hal itu menimbulkan
hak dan kewajiban, kepemilikan berupa harta benda, serta hubungan dengan
anggota partai politik yang menduduki jabatan-jabatan publik. Berakhirnya
eksistensi hukum partai politik karena pembubaran tentu berpengaruh terhadap
hak dan kewajiban yang telah ada, serta terhadap harta kekayaan dan
jabatan-jabatan yang dihasilkan dari hubungan dan tindakan hukum yang dilakukan
sebelum dibubarkan. Selain itu, terutama untuk pembubaran karena alasan
pelanggaran konstitusional, timbul pertanyaan apakah dapat dijatuhkan sanksi
kepada anggota atau pengurus partai politik yang bersangkutan.
Di dalam UU MK
maupun UU Partai Politik tidak diatur tentang akibat hukum pembubaran suatu
partai politik. Ketentuan akibat hukum pembubaran partai politik di Indonesia
baru diatur di dalam PMK Nomor 12 Tahun 2008. Pasal 10 ayat (2) PMK itu
menyatakan bahwa putusan pembubaran partai politik menimbulkan akibat hukum
antara lain:
1.
pelarangan hak hidup partai politik
dan penggunaan simbol-simbol partai tersebut di seluruh Indonesia;
2.
pemberhentian seluruh anggota DPR
dan DPRD yang berasal dari partai politik yang dibubarkan;
3.
pelarangan terhadap mantan pengurus
partai politik yang dibubarkan untuk melakukan kegiatan politik;
4.
pengambilalihan oleh negara atas
kekayaan partai politik yang dibubarkan.
KESIMPULAN
Partai politik merupakan Suatu kelompok yang terorganisir
yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang
sama. Di dalam Hukum Acara Mahkamah Konstitusi yang menjadi
pemohon dalam perkara pembubaran partai politik adalah pemerintah, sedangkan
yang menjadi termohon adalah partai politik local, partai politik nasional atau
diwakili oleh pimpinan parpol yang dimohonkan
untuk dibubarkan.
Proses
persidangan pembubaran partai politik tidak
diatur secara khusus, sehingga proses pemeriksaan persidangan mengikuti hukum
acara Mahkamah Konstitusi yang meliputi pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan
persidangan, dan putusan. Perkara pembubaran partai politik wajib diputus dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari kerja sejak permohonan diregistrasi.
Proses pembuktian dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembuktian terhadap
dokumen dan pembuktian terhadap fakta. Putusan Amar putusan dapat berupa putusan yang menyatakan
permohonan tidak dapat diterima, permohonan ditolak, atau permohonan dikabulkan.
Comments
Post a Comment